Su'uzhzhan/Buruk Sangka Kepada Orang Yang Berhak Itu Boleh | Konsultasi Syariah dan Fiqih (KASYAF) | UBER (Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.)
Konsultasi Syariah dan Fiqih (KASYAF) *No. 340 - Su'uzhzhan Boleh Kepada Yang Berhak*
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
_Pertanyaan_
Knapa kita koq boleh su'uzhzhan terhadap orang yg berhak di su'uzhzhan ? bagaimana jika apa yg kita su'uzhzhankan itu tdak terbukti mas?. Apakah kita dosa atau tdak?
Ditanyakan oleh Saudara *M. Hadi S.* (+62 812-3451-7865) pada _19 Januari 2020_
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
_Jawaban_
Sebelumnya kami sudah pernah mengulas bolehnya su'uzhzhan kepada pengemis profesional yang kami masukkan ke dalam buku *BERGURU KEPADA JIBRIL* Jilid 2. Bisa pula di baca di salah satu blog kami https://islamicboardingschool.wordpress.com/2018/01/18/buruk-sangka-ke-pengemis-profesional-itu-boleh-kok/.
Sebelumnya kami juga pernah menyampaikan, "Husnuzhzhan itu selalu baik sekalipun salah sasaran. Sama seperti ijtihad, shadaqah dan memberi maaf. Namun su'uzhzhan kepada orang yang berhak disu'uzhzhani, boleh." hukumnya hanya BOLEH, tidak dianjurkan
Mengapa boleh su'uzhzhan kepada orang yang berhak disu'uzhzhani? Karena memang boleh. Di surat Al-Hujurat, inna ba'dha azh-zhanni itsmun, sesungguhnya SEBAGIAN prasangka itu dosa. Jadi yang dosa itu hanya sebagian. Bukan semua prasangka itu selalu dosa.
Bagaimana kalau kita salah dalam su'uzhzhan? Ya berarti kita salah. Apakah dosa? Bisa jadi dosa, bisa jadi tidak dosa. Berarti orang tersebut bisa jadi semenjak semula tidak berhak disu'uzhzhani. Oleh karena itu sebaiknya husnuzhzhan. Lalu kapan dibolehkan su'uzhzhan?
Imam Asy-Syaukani mengatakan,
فأما أهل السوء والفسوق ، فلنا أن نظن بهم مثل الذي ظهر منهم
Untuk orang jahat, berakhlak jelek, menurut kami, kita boleh memiliki suuzhzhan sesuai yang mereka tampakkan. [Fath Al Qadir, 7/16]
Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam pernah suudzan kepada orang munafik. Beliau mengatakan kepada Aisyah,
مَا أَظُنُّ فُلاَنًا وَفُلاَنًا يَعْرِفَانِ مِنْ دِينِنَا شَيْئًا
"Saya menyangka fulan dan fulan sama sekali tidak mengerti agama kita." [Shahih Al Bukhari 6067] Kata Al-Laits bin Sa’d, yang dimaksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dua orang dari kalangan munafiq.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengutarakan,
فالواجب على كل مسلم، رجل أو امرأة، الواجب الحذر من سوء الظن، إلا بأسباب واضحة، وإلا فالواجب ترك الظن السيئ، لا بالمرأة ولا بالزوج ولا بالأولاد، ولا بأخي الزوج ولا بأبيه، ولا بغير ذلك، الواجب حسن الظن بالله، وحسن الظن بأخيك المسلم، أو بأختك المسلمة، وألا تسيء الظن، إلا بأسباب واضحة توجب التهمة، وإلا فالأصل البراءة والسلامة
“Maka yang menjadi kewajiban seorang Muslim, baik lelaki atau perempuan, wajib untuk menjauhi prasangka buruk. Kecuali ada sebab-sebab yang jelas (yang menunjukkan keburukan tersebut). Jika tidak ada, maka wajib meninggalkan prasangka buruk. Tidak boleh berprasangka buruk kepada istri, kepada suami, kepada anak, kepada saudara suami, kepada ayahnya atau kepada saudara Muslim yang lain. Dan wajib berprasangka baik kepada Allah, serta kepada sesama saudara dan saudari semuslim. Kecuali jika ada sebab-sebab yang jelas yang membuktikan tuduhannya. Jika tidak ada, maka hukum asalanya adalah bara’ah (tidak ada tuntutan) dan salamah (tidak memiliki kesalahan)” [Fatawa Nurun ‘alad Darbi, 21/147-148, http://bit.ly/1K2eJBN]
Abu Hatim Al Busti menyatakan,
من بينه وبينه عداوة أو شحناء في دين أو دنيا، يخاف على نفسه، مكره، فحينئذ يلزمه سوء الظن بمكائده ومكره؛ لئلا يصادفه على غرة بمكره فيهلكه
“Orang yang memiliki permusuhan dan pertarungan dengan seseorang dalam masalah agama atau masalah dunia, yang hal tersebut mengancam keselamatan jiwanya, karena makar dari musuhnya. Maka ketika itu dianjurkan berprasangka buruk terhadap tipu daya dan makar musuh. Karena jika tidak, ia akan dikejutkan dengan tipu daya musuhnya sehingga bisa binasa”
[http://www.dorar.net/enc/akhlaq/2283]
Imam Abu Na’im Al-Ashbahânî mencatat sebuah riwayat tentang nasihat Imam Bakr bin Abdullah Al-Muzani,
حدثنا أبو بكر بن مالك، قال: ثنا عبد الله بن أحمد بن حنبل، حدثني أبي، حدثني حسين ابن محمد، قال: ثنا سهل بن أسلم، قال: كان بكر بن عبد الله إذا رأي شيخًا، قال: هذا خير منّي، عبد الله فبلي، وإذا رأي شابا، قال: هذا خير مني، ارتكبتُ من الذنوب أكثر مما ارتكب، وكان يقول: عليكم بأمر إن أصبتم أجرتم، وإن أخطأتم لم تأثموا، وإيّاكم وكل أمر، إن أصبتم لم تؤجروا، وإن أخطأتم أثمتم، قيل: ما هو؟ قال: سوء الظن بالناس، فإنكم لو أصبتم لم تؤجروا، وإن أخطأتم أثمتم.
Abu Bakar bin Malik bercerita kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Ahmad bin Hanbal menceritakan, (ia berkata): ayahku menceritakan kepadaku, Husein bin Muhammad menceritakan, ia berkata: Sahl bin Aslam bercerita, ia berkata: “Ketika Bakr bin Abdullah (Al-Muzani) melihat orang (yang lebih) tua (darinya), ia berkata: “Orang ini lebih baik dariku. Ia telah menyembah (beribadah kepada) Allah lebih dulu dariku.” Ketika ia melihat orang (yang lebih) muda, ia berkata: “Orang ini lebih baik dariku. Aku telah berbuat dosa lebih banyak darinya.” (Kemudian) Bakr bin Abdullah Al-Muzani berkata: “Berpeganglah kalian pada perkara (amal) yang jika kalian benar, kalian mendapatkan pahala, dan jika kalian salah, kalian tidak mendapatkan dosa. Berhati-hatilah dengan setiap perkara yang jika kalian benar, kalian tidak mendapatkan pahala, dan jika kalian salah, kalian mendapatkan dosa.” Seseorang bertanya (kepada Bakr Al-Muzani): “Apa itu?” Bakr Al-Muzani menjawab: “Prasangka buruk (su’uzhzhan) terhadap manusia. Karena sesungguhnya, meskipun kalian benar, kalian tidak akan mendapatkan pahala, dan jika kalian salah, kalian mendapatkan dosa.” [Hilyah Al-Auliyâ wa Thabaqat Al-Ashfiyâ’, Kairo: Dar Al-Hadits, 2009, juz 2, h. 120]
Maka dari itu, Mu’min yang tidak dikenal dengan kemaksiatan dan kefasikan, maka haram dinodai kehormatannya dan haram bersuuzhzhan kepadanya. Dan inilah hukum asal seorang Mu’min.
Terutama orang-orang Mu’min yang dikenal dengan kebaikan, maka hendaknya mencari lebih banyak alasan untuk berprasangka baik kepadanya. Bahkan, jika ia salah, hendaknya kita maafkan. Rasulullah Shallallahu ’alaihi WA Sallam bersabda,
أقيلوا ذوي الهيئات عثراتهم ، إلا الحدود
“Maafkanlah ketergelinciran dzawil haiah (orang-orang yang baik namanya), kecuali jika terkena hadd” [Sunan Abu Dawud No. 4375. Ash Shahihah No. 638]
Al-Qurthubi menandaskan,
إن الظن القبیح بمن ظاهره الخیر لا یجوز والاثم هو ما یستحقه الظان من العقوبة
Prasangka yang jelek kepada orang yang lahiriyahnya baik, tidak diperbolehkan. Dan dosanya adalah hukuman yang akan didapatkan dari orang yang memiliki prasangka. [Tafsir Al-Qurthubi, 16/332]
Islam betul-betul menghasung umatnya untuk selalu husnuzhzhan karena yang mengatur urusan Dunia-Akhirat itu Allâh, bukan manusia dengan su'uzhzhannya, yang berdalih sedang menjaga keamanan Dunia-Akhirat. Quantum Fiqih menganjurkan kita tetap husnuzhzhan sekalipun kepada hewan haram/najis, namun bukan berarti tidak boleh su'uzhzhan.
Sayyid Bakri bin Sayyid Syatha Dimyathi dalam I’anah Ath-Thalibin.
ولو رفع كلب رأسه من ماء وفمه مترطب ولم يعلم مماسته له لم ينجس. (ولو أدخل رأسه فى إناء فيه ماء قليل فإن خرج فمه جافا لم يحكم بنجاسته أو رطبا)
“Andaikan seekor anjing mengangkat kepalanya dari air, sementara mulutnya dalam kondisi basah tetapi tidak diketahui persinggungannya dengan air, maka hukum air itu tidak najis. Dengan kata lain, jika seekor anjing memasukkan kepalanya ke dalam wadah (baskom misalnya) yang sedikit airnya (kurang dari dua qulah, penulis), lalu mulutnya keluar dalam keadaan kering atau basah maka hukum air itu tidak dikatakan mutanajis,”
Baiklah, semoga kita dijadikan Allâh Al-Kabir betul-betul cermat dalam memposisikan su'uzhzhan kepada orang yang berhak disu'uzhzhani. Dan semoga Allâh Al-Wahid menganugerahkan qalbu yang selalu husnuzhzhan kepada siapa saja yang berhak dihusnuzhzhani.
Dijawab oleh UBER (Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.)
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Follow instagram.com/pejuangshalatsunnah untuk mendapatkan booster semangat merutinkan shalat wajib dan shalat sunnah.
Belanja mushaf Al-Quran cantik dan istimewa di instagram.com/gudangkitabsucialquran.
Komentar
Posting Komentar