Berbuat Baik Kepada Almarhum-Almarhumah Orang Tua Kandung | KASYAF (Konsultasi Syari’ah & Fiqih) | Bahtsul Masail Tarjih Taujih Khuthbah




KASYAF (Konsultasi Syari’ah & Fiqih) No.
*421 - Berbuat Baik Kepada Almarhum-Almarhumah Orang Tua Kandung*

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
_Pertanyaan_
🍊 Bagaimana caranya kita bisa berbuat baik kepada orang tua kalau mereka sudah meninggal?

📝 Ditanyakan oleh ibu *E. N. K. Rahmawati* (0812-3361-0126) dari Surabaya pada _10 Oktober 2021_ via WhatsApp

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
_Jawaban_
🛡 Islam adalah agama yang menekankan akhlaq balas budi. Kita bisa cermati, banyak sekali aksentuasi nilai balas budi dalam teks-teks primer Islam. Kita tentu mesti menjiwai spirit balas budi demi terwujudnya kehidupan yang diridhai Allah Al-Basith. Bagi insan yang berjiwa bersih, ruh balas budi kepada orang tua akan selalu menyesaki batin sehingga tidak terbersit keinginan menghentikan.

🪣 Balas budi yang sangat dikedepankan Islam adalah balas budi orang tua (ayah-ibu kandung maupun tiri) bahkan sampai kepada orang tua yang kafir maupun murtad dan orang tua yang abai terhadap hak-hak anak, tentu dengan dosis yang relevan. Akhlaq balas budi kepada orang tua berangkat dari realitas keduanya sebagai wasilah hadirnya anak ke dunia. Hingga Islam tidak memutus kewajiban birrul-walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua) sekalipun sudah berpindah ke alam qubur.

📜 “Sesungguhnya ada seorang laki-laki datang kepada Nabi ﷺ, lalu bertanya ‘Sesungguhnya saya mempunyai seorang ibu, dia saya gendong di punggung saya. Saya tidak pernah bermuka masam kepadanya. Upah kerja saya kasihkan kepada dia. Apakah yang demikian itu saya telah membalas budinya?’ Rasulullah ﷺ menjawab ‘Belum, walau satu tarikan napas panjangnya’. Orang tersebut kemudian bertanya lagi ‘Mengapa demikian ya Rasulullah?’ Jawab Rasul, ‘Karena ibumu memelihara kamu dengan berharap agar kamu panjang umur, sedangkan kamu memeliharanya itu dengan berharap ia lekas mati’.” [Adab Ad-Dunya wa Ad-Din li Abu Al-Hasan Al-Mawardi, hlm. 150]

🧱 Sedemikian besar kadar perhatian Islam kepada sosok ayah dan ibu sampai tidak pernah ada kata cukup kepada birrul-walidan dari anak. Bukan berarti lalu anak tidak usah susah payah birrul-walidain karena mengira tidak akan pernah cukup. Sebagaimana ketika kita diusir oleh kekasih kita, “Pergi kamu, sampai kapanpun kamu tidak akan pernah aku terima!” Bukankah justru kita akan semakin tertantang? Hanya jika kita pejuang cinta kendati kekasih kita bukan siapa-siapa kita sebelumnya. Apalagi orang tua kita, yang dari titik nol kita tidak bisa disebut sebagai manusia karena belum ada wujud, hingga mereka meninggal dunia dan kita sudah menjadi ‘orang’.

📜 Dari Abu Usaid Malik bin Rabi'ah As-Sa'idi, ia berkata, Pada suatu waktu kami duduk di samping Rasulullah, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki dari Bani Salamah, lalu bertanya, "Ya Rasulullah, apakah masih ada kesempatan berbakti kepada kedua orang tua saya yang bisa saya lakukan sesudah keduanya meninggal dunia ?" Beliau menjawab, "Ya, masih ada. Yaitu menshalatkannya, memohonkan ampunan bagi mereka berdua, menyempurnakan (melaksanakan) janji-janjinya sesudah mereka meninggal, menyambung persaudaraan yang kamu tidak menyambungnya kecuali melalui keduanya, dan memuliakan shahabat-shahabat keduanya". [Sunan Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban]

🥝 Spirit balas budi kepada orang tua dari some one Bani Salamah ini nampaknya menitis dalam sanubari kita semua. Kita sangat ingin tiada henti baik kepada kedua orang tua karena Allah Al-Lathif telah melembutkan nurani kita. Hanya orang-orang yang mati qalbunya yang tega tidak peduli kepada orang tuanya. Beruntung, hadits ini telah ada dan menjadi rujukan primer representasi bakti kepada almarhum-almarhumah orang tua kandung. 

*1 - Mendoakan terutama memohonkan maghfirah*
📜 Dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya ada seseorang hamba yang ibu-bapaknya telah meninggal dunia atau salah satunya, hamba itu (dahulunya) durhaka dan tidak berbakti kepadanya. Lalu ia selalu mendoakan kebaikan kepada ibu-bapaknya dan selalu memohonkan ampunan untuk mereka berdua, sehingga Allah mencatatnya sebagai orang yang berbakti". [Syu'ab Al-Iman li Al-Baihaqi]

📜 Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah telah bersabda, "Apabila seorang hamba meninggal dunia, maka terputuslah amal-amalnya kecuali tiga hal. Shadaqah jariyah, atau ilmu yang dimanfaatkan orang, atau anak shalih yang mendoakannya". [Al-Adab Al-Mufrad hal. 34]

*2 - Melunasi utang harta maupun utang ibadah Mendiang*
🕋 Allah Al-Khallaq setelah menjelaskan beberapa bagian waris, Allah berfirman, “(Pembagian harta warisan itu dilakukan) setelah ditunaikan wasiat dari harta atau setelah ditunaikan hutang.” [QS. An-Nisa` (4): 11]

🚛Durhaka besar anak yang menuntut jatah warisan dari harta mendiang orang tuanya padahal masih ada utang orang tua yang belum lunas. Al-Bahuti mengatakan, “Wajib menyegerakan pelunasan hutang mayit, dan semua yang terkait pembebasan tanggungan si mayit, seperti membayar kafarah, haji, nadzar dan yang lainnya” [Kasysyaf Al-Qina’, 2/84]

🚨 Sekalipun kita tidak mendapat jatah warisan, gara-gara orang tua kita bangkrut menjelang wafat, atau karena orang tua berat sebelah dan menyerahkan hartanya kepada anak lainnya (saudara kandung kita) atau kepada anak tirinya, atau karena orang tua seumur hidup abai terhadap kita, maka kita sebagai anak, sebagai bentuk amal shalih kita, kita lunasi utangnya. Toh kita berbuat baik kepada kedua orang tua bukan karena orang tua, tapi karena Allah Al-Karim, karena kita ingin dipandang oleh-Nya.

*3 - Menunaikan hajat yang tertunda*
🏘 Mungkin mendiang orang tua atau mertua saat masih hidup pernah berpesan ini dan itu, sepanjang itu tidak buruk, kita mesti menunaikannya. Abu Umamah pernah bercerita dalam sebuah hadits riwayat Ibnu Majah. Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah, “Ya Rasulallah, apa hak yang semestinya diterima oleh kedua orang tua dan harus dipikul oleh anaknya?” jawab Rasul ‘Mereka adalah Surga dan Nerakamu’.” [Sunan Ibnu Majah no. 3662] 

*4 - Melaksanakan wasiat dan pesannya*
📜 Dari Hanasy berkata bahwa dirinya melihat Ali menyembelih dua ekor gibas. "Lalu aku mengatakan kepadanya, "Apa ini?" Ali menjawab, "Sesungguhnya Rasulullah pernah berwasiat kepadaku agar aku berqurban atasnya maka aku pun berqurban atasnya." [Sunan Abu Dawud]

*5 - Menyediakan tanah untuk pemakaman jasad jenazah*
*6 - Menjaga hubungan baik dengan keluarga besar Mendiang dan kawan-kawannya*
📜 Dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah As-Sa’idi, berkata, “Ketika kami berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tiba-tiba datang seseorang dari Bani Salimah, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah masih ada bentuk berbakti kepada kedua orang tuaku ketika mereka telah meninggal dunia?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Iya mendoakan keduanya, meminta ampun untuk keduanya, memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia, menjalin hubungan silaturahim (kekerabatan) dengan keluarga kedua orang tua yang tidak pernah terjalin dan memuliakan teman dekat keduanya.” [Sunan Abu Dawud dan Sunan Ibnu Majah]

📜 Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya sebaik-baik bentuk berbakti adalah seseorang menyambung hubungan dengan keluarga dari kenalan baik ayahnya.”  [Shahih Muslim]

🎪 Akhlaq ini diteladankan Nabi tatkala Nabi didatangi oleh Halimah As-Sa’diyyah yang merupakan ibu susuan Beliau tatkala masih bayi. Nabi menyambutnya dengan hormat dan gembira seolah-olah menyambut ibu kandungnya. Para shahabat sangat terkesan dengan akhlaq yang satu ini.

*7 - Membagi harta tirkah (peninggalannya) sesuai hukum faraidh dan wasiat*
*8 - Mentransfer saldo tsawab untuknya*
📜 Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa ada seorang lelaki yang berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ibuku mati mendadak, sementara beliau belum berwasiat. Saya yakin, andaikan beliau sempat berbicara, beliau akan bershadaqah. Apakah beliau akan mendapat aliran pahala, jika saya bersedekah atas nama beliau?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya. Bershadaqahlah atas nama ibumu.” [Shahih Al-Bukhari dan Muslim]

📜 Dalam hadits yang lain, dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, bahwa ibunya Sa’d bin Ubadah meninggal dunia, ketika Sa’d tidak ada di rumah. Sa’d berkata, “Wahai Rasulullah, ibuku meninggal dan ketika itu aku tidak hadir. Apakah dia mendapat aliran pahala jika aku bershadaqah harta atas nama beliau?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.” [Shahih Al-Bukhari]

*9 - Menyimpan amanahnya baik amanah informasi maupun amanah harta*
*10 - Menjaga nama baik Mendiang dengan tidak melakukan ghibah maupun fitnah*
*11 - Menziarahi makamnya sekalipun sudah berjarak puluhan tahun dari hari kematiannya*
*12 - Melanjutkan tradisi kebaikan orang tua dalam rangka menjaga nasab*
*13 - Birrul Khalah (Berbuat Baik Kepada Bibi atau Kakak maupun Adiknya Ibu)*
📜 Telah menceritakan kepada kami, Sufyan bin Waki'. Telah menceritakan kepada kami, Bapakku. Dari Isra`il -(dalam riwayat lain)- Dan telah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ahmad (ia adalah Ibnu Marduwaih). Telah menceritakan kepada kami, 'Ubaidullah bin Musa. Dari Isra`il -(lafazh adalah milik haditsnya Ubaidullah)-. Dari Abu Ishaq Al Hamdani. Dari Al Barra` bin Azib. Dari Nabi ﷺ, beliau bersabda, "Khalah (bibi dari jalur ibu) itu kedudukannya sama dengan seorang ibu." Hadits ini memiliki kisah yang panjang. [Sunan At-Tirmidzi no. 1904]

🧺 Demikian banyak amal unggulan yang bisa kita persembahkan kepada mendiang orang tua kita. Hanya saja, sering kali kita terjebak dengan prinsip keliru fatal bahwa tatkala orang tua maupun mertua masih hidup justru kita enggan bersusah payah baik-baik kepada mereka mungkin karena mereka merepotkan kita dan keluarga kecil kita, lalu kita berprinsip, baik-baik kepada orang tua dan mertua nanti saja ketika mereka sudah wafat.

📜 Dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa (pilih, kalian mau) sia-siakan pintu itu atau kalian bisa menjaganya.” [Sunan At-Tirmidzi no. 1900; Sunan Ibnu Majah no. 3663; Musnad Ahmad 6/445]

📒 Al-Qadhi Baidhawi mengatakan, “Bakti pada orang tua adalah pintu terbaik dan paling tinggi untuk masuk Surga. Maksudnya, sarana terbaik untuk masuk surga dan yang mengantarkan pada derajat tertinggi di surga adalah lewat mentaati orang tua dan berusaha mendampinginya. Ada juga ulama yang mengatakan, ‘Di surga ada banyak pintu. Yang paling nyaman dimasuki adalah yang paling tengah. Dan sebab untuk bisa masuk Surga melalui pintu tersebut adalah melakukan kewajiban kepada orang tua.’ [Tuhfah Al-Ahwadzi, 6/8]

🎁 Sebagai bahan kontemplesi, ingatlah Uwais Al-Qarni, begitu baik kepada kedua orang tuanya sampai rela membiarkan masa bujangnya demi merawat ibunya yang masih hidup, hingga Uwais tidak laku nikah. Padahal Uwais berparas menawan ketika muda, matanya biru, kulit putih. Menyadari kondisi orang tuanya yang butuh pendampingan dan sangat sulit mendapatkan calon istri yang berkenan dengan situasi tersebut, Uwais menerima taqdir itu, hingga usia tua pun Uwais tidak pernah dipandang bahkan oleh wanita janda miskin yang buruk rupa sekalipun.

🏈 Rasa-rasanya, para pejuang tathbiq yang masih muda bisa jadi akan uring-uringan terhadap taqdir jika mendapati dirinya seperti Uwais. Orang bisa saja berdiri tegap dan mendapuk sebagai pembela Islam, wajar saja, semua fasilitas hidup terpenuhi, pasangan hidup ada, anak ada, kedua orang tua kondisinya mapan, kendaraan lengkap, disanjung-sanjung jama’ahnya, dilayani di manapun berada oleh muhibbinnya. Coba bayangkan jika ternyata tertaqdir sebagai Uwais setelah seumur hidup hingga dewasa bergelimang nikmat. Terus terang, Anda mungkin belum merasakan beratnya, saya secara pribadi pernah merasakan kondisi semacam Uwais sementera semenjak bayi saya bergelimang nikmat dalam perjalanan dakwah saya. Saya merasakan beratnya menjadi seperti Uwais.

🌺 Memang enak dan prestisius jika kita mengambil pilihan amal sebagai pendakwah apalagi yang bergaji besar setiap bulan, ahli shadaqah, umrah setiap tahun, khatam Al-Quran setiap pekan, dewan kemakmuran masjid, pemberdaya ekonomi umat dan lain-lain. Kadang kala, akibat hawa nafsu, kita enggan mengambil pilihan amal yang tidak berkesan wah di mata orang seperti menjadi guru ngaji anak dan keponakan, menjadi tukang gali kubur gratis, menjadi pendamping penyandang disabilitas, dan lain-lain termasuk fokus merawat orang tua yang sebetulnya masih bisa mandiri tapi manja.

📒 Ibnu ‘Athaillah As-Sakandari dalam Al-Hikam, menyatakan, “Jika kau lebih semangat mengerjakan yang sunnah daripada yang wajib, maka itu adalah pertanda bahwa yang kau cari adalah kepuasan nafsumu, bukan keridhaan Tuhanmu.”

🦺 Ringkasnya, jika orang tua kita masih hidup, mumpung masih hidup, maka layani mereka sepenuh-penuhnya. Kalaupun mereka sudah wafat, baik-baiklah selama-lamanya. Sepanjang kita baik kepada orang tua, maka seumur hidup kita akan diraja-ratukan oleh anak-anak kita. Sekali kita buruk kepada orang tua, maka jangan menyesal jika suatu hari anak-anak kita pernah menyakiti batin kita karena tidak baik kepada kita.

📜 Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Shalih bin Hani'. Telah menceritakan kepada kami : Ibrahim bin Abi Thalib. Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hakim dan Ishaq bin Ibrahim Al Sharaf, keduanya mengatakan Telah menceritakan kepada kami Suwaid Abi Hatim. Dari Abi Rafi'. Dari Qatadah. Dari Abi Hurairah radliyAllahu 'anhu, Sesungguhnya Rasulullah telah bersabda, "Jagalah dirimu dari kaum wanita, maka istrimu pun terjaga pula. Dan berbaktilah kepada bapak ibumu, maka anakmu akan berbakti kepadamu. Dan siapa saja yang saudaranya datang kepadanya walaupun dia orang yang tidak baik, hendaklah ia segera menyambut kedatangannya, apakah ia berniat baik atau berniat buruk. Jika tidak mau menerimanya secara baik, maka ia tidak dapat haudl (telaga Nabi pada hari qiyamat)" [Al-Mustadrak li Al-Hakim no. 7258].

🍊 Mungkin ada yang bertanya, bukankah akan lebih baik jika kita berusaha agar orang tua ridha kepada kita untuk menjalankan amal-amal besar yang bergengsi, toh mereka juga akan bangga juga dan kecipratan pahalanya? Iya, kalau memang bisa, silakan, tapi kalau tidak bisa, tetaplah orang tua nomor satu. Buktinya, seseorang yang minta izin kepada Nabi untuk ikut amal mentereng yaitu jadi pasukan jihad ternyata tidak disetujui Nabi malah Nabi menyuruhnya balik badan kembali ke rumah orang tuanya dan baik-baik sama orang tuanya.

📝 Dijawab oleh Mas *Jibril* (Haji Brilly) 
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
📺 🇧 🇨 🇶 🇺 🇫 🇮  (Broadcast Quantum Fiqih) telah melayani KASYAF (Konsultasi Syariah dan Fiqih) hampir 450 sesi secara gratis/free tanpa syarat, baik secara tatap muka atau jarak jauh, baik lisan maupun tertulis, baik masalah Aqidah, Tafsir, Hadits, Fiqih, Akhlaq, Keluarga, dan lain sebagainya. Sampaikan pertanyaan melalui ustadzjibril@gmail.com atau http://wa.me/6282140888638. Jangan lupa sampaikan *nama dan kota domisili*. Jika pertanyaan mengandung aib, maka identitas penanya akan dirahasiakan.

🚧 Saldo dana infaq secara umum hingga 15 Oktober 2021 sebanyak Rp 6.118.000

Komentar