Sunnahkah Khathib Berdoa dengan Isyarat Telunjuk? | Konsultasi Syari'ah & Fiqih (KASYAF) | Bahtsul Masail Taujih Tarjih Fatwa Khuthbah
Konsultasi Syari'ah & Fiqih (KASYAF) No.
*412 - Khathib Berdoa dengan Isyarat Telunjuk, Sunnahkah?*
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
_Pertanyaan_
👑 Mohon petunjuknya tentang hadits pada saat berdo’a, cukup diisyaratkan dengan mengangkat telunjuk saja. Apakah mengangkat tangan atau cukup satu jari saat berdoa?
📝 Ditanyakan oleh Bapak *N.* dari Jakarta via WhatsApp pada _30 Agustus 2021_ tanpa editing
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
_Jawaban_
🍊 Konteks hadits tersebut bukan dalam segala momen doa bagi setiap orang, tapi khusus bagi khathib shalat Jum'at maupun 'Id maupun khusus dalam momen doa yang sedang dipanjatkannya. Jadi yang dianjurkan untuk berdoa cukup dengan berisyarat dengan mengacungkan telunjuk tangan kanan tanpa menengadahkan kedua tangan adalah khathib yang sedang berdoa dalam rangka mengisyaratkan kepada para jamaah agar tahu bahwa dirinya sedang berdoa, bukan sedang bertaushiyah saat itu, karena khuthbah sudah hampir selesai.
📒 Imam Al-Ghazali dalam risalahnya berjudul Al-Adab fi Ad-Din dalam Majmu'ah Rasail Al-Imam Al-Ghazali (Kairo: Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, t.th., halaman 437), menyebutkan adab-adab seorang khatib sebagai berikut,
أداب الخطيب: يأتى المسجد وعليه السكينة والوقار، ويبدأ بالتحية ويجلس وعليه الهيبة، و يمتنع عن التخاطب، وينتظر الوقت، ثم يخطو إلى المنبر و عليه الوقار، كأنه يحب أن يعرض ما يقول على الجبار، ثم يصعد للخشوع، ويقف على المرقاة بالخشوع ويرتقي بالذكر، ويلتفت إلى مستمعيه باجتماع الفكر، ثم يشيرإليهم بالسلام ليستمعوا منه الكلام، ثم يجلس للأذان فزعا من الديان، ثم يخطب بالتواضع، ولا يشير بالأصابع، ويعتقد ما يقول لينتفع به، ثم يشير اليهم بالدعاء، وينزل إذا أخذ المؤذن في الإقامة، ولا يكبر حتى يسكتوا، ثم يفتتح الصلاة، ويرتل ما يقرأ.
“Adab khatib, yakni berangkat ke masjid dengan hati dan pikiran tenang; terlebih dahulu shalat sunnah dan duduk dengan khidmat; tidak berbincang-bincang dan menunggu waktu; kemudian melangkah ke mimbar dengan rasa terhormat seolah-olah senang mengatakan sesuatu yang akan disampaikan kepada Yang Maha Perkasa; kemudian naik dan berdiri di tangga dengan khusyu’ sambil berdzikir; berputar untuk melayangkan pandangan kepada para pendengarnya dengan penuh konsentrasi kemudian menyampaikan salam kepada pendengar agar mereka mendengarkan; kemudian duduk untuk mendengarkan adzan dengan penuh rasa takut kepada Yang Maha Kuasa; kemudian berkhuthbah dengan penuh tawadhu’; tidak menunjuk dengan jari-jari; merasa yakin bahwa yang disampaikan bermanfaat; kemudian *memberi isyarat kepada makmum agar berdoa*; turun dari mimbar jika muadzin sudah bersiap-siap iqamat; tidak bertakbir sebelum jamaah tenang; kemudian mulai shalat dan membaca ayat-ayat Al-Qurán dengan tartil.”
Khathib maupun ma`mum wajib paham syarat, rukun, sunnah khuthbah agar saling mengoreksi bila ada potensi kesalahan agar tidak sampai terjadi khuthbah tidak sah.
📚 Dari ‘Umarah bin Ruaibah,
رأى بشر بن مروان على المنبر رافعا يديه قبح الله هاتين اليدين لقد رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم ما يزيد على أن يقول بيده هكذا وأشار بأصبعه المسبحة
‘Umarah bin Ruaibah melihat Bisyr bin Marwan di atas mimbar mengangkat dua tangannya -semoga Allah menghina kedua tangannya itu- lalu ‘Umarah bin Rubaibah berkata, “Sesungguhnya aku melihat Rasulullah tidak pernah melebihi berkata dengan tangan beliau seperti ini”, ‘Umarah bin Rubaibah mengisyarah dengan jari telunjuknya. *[Shahih Muslim]*
🛍️ Konteks hadits tersebut bukan dalam rangka menjelaskan bahwa mengangkat telunjuk pada khuthbah merupakan perbuatan sunnah. Tetapi perawi hadits ('Umarah bin Ruaibah) hanya ingin menjelaskan bahwa mengangkat dua tangan pada khuthbah sebagaimana yang dilakukan oleh Bisyr bin Marwan merupakan tindakan tidak terpuji. Karena itu, 'Umarah bin Ruaibah berargumentasi bahwa beliau tidak pernah melihat Rasulullah ketika ingin mengisyaratkan sesuatu pada khuthbah kecuali dengan telunjuknya.
🪣 Jadi, perbuatan Rasulullah mengangkat telunjuk adalah dalam konteks ada keperluan mengisyaratkan atau memberitahukan sesuatu kepada jama’ah seperti supaya jangan berbicara, sedangkan khatib sedang berkhuthbah atau supaya mengamini do’a atau lainnya.
📦 Pemahaman ini dapat diperhatikan dari penggalan redaksi hadits “tidak pernah melebihi berkata dengan tangan beliau seperti ini”. Ucapan “berkata dengan tangan beliau” tentu harus dipahami bahwa Rasulullah ingin mengisyaratkan sesuatu kepada jama’ah, karena semua orang memaklumi bahwa tangan tidak dapat berbicara. Karena itu, mengangkat telunjuk Rasulullah bukanlah sunnah yang dianjurkan mengikutinya kalau memang tidak ada keperluan mengisyaratkan apapun dengan mengangkat telunjuk tersebut.
📂 Jadi berdasarkan hadits ini yang menjadi sunnah adalah apabila ingin mengisyaratkan sesuatu dalam khuthbah, hendaknya jangan diisyarat dengan dua tangan, tetapi hendaknya diisyaratkan dengan telunjuk saja atau cara lain yang tidak terlihat banyak bergerak dalam khuthbah. Isyarat untuk apapun, termasuk isyarat untuk berdoa ketika hendak memungkasi khuthbah.
📒 At-Tirmidzi telah menempatkan hadits ‘Umarah bin Ruaibah di atas dalam “bab makruh mengangkat tangan di atas mimbar”. Jadi, At-Tirmidzi sendiri tidak memahami hadits tersebut sebagai dalil sunnah mengangkat telunjuk ketika berdoa dalam khuthbah dalam kondisi apapun. Sehingga wajar saja, pada praktiknya, para ulama Nusantara yang bisa jadi beda-beda madzhab ternyata tetap menengadahkan kedua telapak tangan saat mengaminkan doa khathib. Yang salah adalah yang menganggap sesat dan berdosa kepada ma'mum dan khathib yang berdoa dengan kedua tangan tertengadah.
📖 Ini sesuai pula dengan pemahaman Al-Baihaqi dalam Sunannya. Setelah menyebut hadits 'Umarah bin Ruaibah dan hadits Sahl bin Sa’ad berikut ini,
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ: مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَاهِرًا يَدَيْهِ قَطُّ يَدْعُو عَلَى مِنْبَرِهِ وَلَا عَلَى غَيْرِهِ، وَلَكِنْ رَأَيْتُهُ يَقُولُ هَكَذَا، وَأَشَارَ بِالسَّبَابَةِ وَعَقَدَ الْوُسْطَى بِالْإِبْهَامِ
Dari Sahl bin Sa’ad berkata, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah memunculkan dua tangannya sama sekali dalam berdo’a atas mimbar dan tidak juga pada tempat lainnya. Akan tetapi aku melihatnya mengatakan seperti ini. Sahal mengisyaratkan dengan telunjuknya dan menjempit jari tengah dengan ibu jarinya. *[Sunan Al-Baihaqi no. 5776]*
🗃️ Al-Baihaqi berkomentar,
وَالْقَصْدُ مِنَ الْحَدِيثَيْنِ إِثْبَاتُ الدُّعَاءِ فِي الْخُطْبَةِ، ثُمَّ فِيهِ مِنَ السُّنَّةِ أَنْ لَا يَرْفَعَ يَدَيْهِ فِي حَالِ الدُّعَاءِ فِي الْخُطْبَةِ وَيَقْتَصِرَ عَلَى أَنْ يُشِيرَ بِأُصْبُعِهِ
“Maksud dua hadits ini adalah penetapan adanya do’a dalam khuthbah, kemudian termasuk sunnah adalah tidak mengangkat dua tangan pada ketika berdo’a dalam khuthbah serta mengkhususkan isyarat dengan menggunakan jari.”
🖼️ Kesimpulannya, khathib berisyarat dengan telunjuk ketika berdoa sebagaimana isyarat ketika tasyahhud namun tangan kanan khathib diposisikan bebas, yang penting jama’ah Jum’at tahu saat tersebut adalah saat di mana khathib berkhuthbah. Sedangkan ma`mum tidak perlu menengadahkan kedua tangan ketika mengaminkan tapi cukup mengaminkan secara sirr, sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Zainuddin Al-Malibari,
ويسن تشميت العاطس والرد عليه ورفع الصوت من غير مبالغة بالصلاة والسلام عليه صلى الله عليه وسلم عند ذكر الخطيب اسمه أو وصفه صلى الله عليه وسلم. ال شيخنا: ولا يبعد ندب الترضي عن الصحابة بلا رفع صوت وكذا التأمين لدعاء الخطيب
Dan disunnahkan mendoakan orang yang bersin dan menjawab doanya, serta mengeraskan suara tanpa berlebihan saat membaca shalawat dan salam kepada Nabi ketika khatib menyebut nama atau sifat Nabi. Guru kami berkata; *Tidak jauh dianjurkannya membaca ‘radhiyallahu ‘anhu’ atas sahabat tanpa mengeraskan suara, begitu juga mengamini doa khatib*. *[Fat-h Al-Mu’in]*
🛎️ Jika kita memang dari awal khuthbah maupun dalam rukun-rukun shalat Jum’at kita mengikuti madzhab Malikiyyah, maka khathib dan ma'mum dianjurkan menengadahkan kedua tangan ketika khuthbah. Dalam masalah ini, Imam An-Nawawi berkata dalam kitab Syarh Shahih Muslim sebagai berikut,
هَذَا فِيهِ أَنَّ السُّنَّة أَنْ لَا يَرْفَع الْيَد فِي الْخُطْبَة وَهُوَ قَوْل مَالِك وَأَصْحَابنَا وَغَيْرهمْ . وَحَكَى الْقَاضِي عَنْ بَعْض السَّلَف وَبَعْض الْمَالِكِيَّة إِبَاحَته لِأَنَّ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ يَدَيْهِ فِي خُطْبَة الْجُمُعَة حِين اِسْتَسْقَى وَأَجَابَ الْأَوَّلُونَ بِأَنَّ هَذَا الرَّفْع كَانَ لِعَارِضٍ .
Yang sesuai dengan sunnah adalah tidak mengangkat tangan saat berkhuthbah. Ini adalah pendapat Imam Malik, pendapat ulama Syafiiyah dan lainnya. Namun, Al-Qadhi Husain dari mengisahkan dari sebagian ulama salaf dan sebagian ulama Malikiyah bahwa mereka membolehkan mengangkat tangan saat doa khuthbah Jumat karena Nabi dahulu pernah mengangkat tangan kala itu saat berdo’a istisqo’ (minta hujan). Namun ulama yang melarang hal ini menyanggah bahwa Nabi mengangkat tangan saat itu karena ada suatu sebab khusus.
📝 Dijawab oleh Mas *Jibril* (Haji Brilly)
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
📺 🇧 🇨 🇶 🇺 🇫 🇮 (Broadcast Quantum Fiqih) telah melayani KASYAF (Konsultasi Syariah dan Fiqih) hampir 430 sesi secara gratis/free tanpa syarat, baik secara tatap muka atau jarak jauh, baik lisan maupun tertulis, baik masalah Aqidah, Tafsir, Hadits, Fiqih, Akhlaq, Keluarga, dan lain sebagainya. Sampaikan pertanyaan melalui ustadzjibril@gmail.com atau http://wa.me/6282140888638. Jangan lupa sampaikan *nama dan kota domisili*. Jika pertanyaan mengandung aib, maka identitas penanya akan dirahasiakan.
📺 Telah diterima donasi dari: (1) Mas *Dwi Y. F.* dari Probolinggo sebesar Rp 350.000,-; (2) Ibu *Diana* dari Pasuruan sebesar Rp 1.000.000,-; (3) Ibu *Ririn Loeshanggarini* dari Surabaya sebesar Rp 4.500.000,-; (4) Ibu *I. K.* dari Jember sebesar Rp 250.000,-; (5) Bapak *Brilly Y. Will.* berupa smartphone Redmi Note 9 Pro NFC 6/64 senilai Rp 3.200.000,- (belum terjual sehingga belum bisa digunakan untuk kebutuhan Islam). *Total Rp 6.100.000,- dan Rp 3.200.00,-*.
Komentar
Posting Komentar